Konflik adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Fenomena ini muncul karena berbagai alasan, mulai dari perbedaan sudut pandang, prioritas, hingga cara penyelesaian masalah. Banyak orang percaya bahwa “90% konflik terjadi karena kesalahpahaman.” Terlepas dari angka pastinya, sebagian besar konflik memang berakar pada miskomunikasi. Inilah alasan mengapa memahami apa itu komunikasi menjadi sangat penting: sebagian besar masalah interpersonal tidak disebabkan oleh niat buruk, melainkan oleh pesan yang tidak tepat dan interpretasi yang berbeda.
Pengertian Komunikasi
Dalam kajian ilmu komunikasi, komunikasi didefinisikan sebagai proses relasional dalam menciptakan dan menafsirkan pesan yang memicu respons. Definisi ini merangkum esensi bagaimana manusia saling membangun makna melalui simbol, interaksi, dan hubungan. Berikut penjelasan lengkap mengenai lima komponen komunikasi menurut Griffin dalam A First Look at Communication Theory (2009).
Pesan sebagai Inti Komunikasi
Pesan (messages) berada di pusat seluruh kegiatan komunikasi. Robert Craig menjelaskan bahwa pesan dapat muncul dalam berbagai bentuk: berbicara, menulis, mendengarkan, membaca, melihat, hingga berinteraksi melalui media digital. Karena fokus kajiannya adalah pesan, disiplin ilmu komunikasi sering disebut sebagai crossroads discipline—persimpangan berbagai bidang seperti psikologi, sosiologi, antropologi, linguistik, dan filsafat.
Namun berbeda dari disiplin lain yang “sekadar lewat”, para ilmuwan komunikasi memusatkan perhatian pada bagaimana pesan itu diproduksi, disampaikan, dan dipahami.
Penciptaan Pesan (Creation of Messages)
Pesan tidak pernah muncul begitu saja; setiap pesan merupakan hasil pilihan yang disengaja—mulai dari bentuk, kata-kata, gaya bahasa, medium, hingga strategi penyampaiannya. Griffin menekankan bahwa setiap pesan adalah konstruksi yang dipilih, dirancang, atau disusun oleh komunikator sesuai tujuan dan situasinya. Dalam konteks sehari-hari di Indonesia, kita sering menemukan contohnya dalam pesan seperti, “Dia nginep di tempatku.” Kalimat pendek ini jelas dipilih dengan pertimbangan tertentu. Bahkan keputusan untuk mengirim chat, bukan menelepon atau berbicara langsung, merupakan bagian dari proses penciptaan pesan yang mencerminkan maksud, konteks, dan sensitivitas hubungan antarindividu.
Di saat yang sama, banyak pesan lain muncul sebagai respons otomatis—seperti “iya deh,” “wkwk,” “okayy,” “serah,” atau “iya yaudah.” Meskipun terdengar santai dan spontan, ekspresi-ekspresi ini tetap merupakan pilihan linguistik yang sudah terbentuk dari kebiasaan komunikasi sehari-hari. Kita menggunakannya tanpa berpikir panjang, namun tetap menunjukkan preferensi, sikap, atau posisi emosional tertentu. Dengan demikian, baik pesan yang dirancang secara sadar maupun yang bersifat otomatis sama-sama merupakan bagian dari proses penciptaan pesan dalam komunikasi.
Penafsiran Pesan (Interpretation of Messages)
Pesan tidak menafsirkan dirinya sendiri. Makna selalu dibentuk oleh orang yang menerima dan menciptakan pesan. Seperti yang ditegaskan Herbert Blumer:
Satu pesan bisa memiliki banyak arti (polysemic). Misalnya ketika seseorang bilang, “Dia nginep di sini.” Kalimat sederhana ini bisa ditafsirkan berbeda-beda, seperti; ngobrol sampai tengah malam, ngerjain tugas bareng sampai ketiduran, numpang tidur karena kemalaman atau hujan deras, atau memang punya kedekatan romantis. Interpretasi tersebut dipengaruhi hubungan, konteks, emosi, pengalaman, dan informasi yang tidak tertulis.
Komunikasi sebagai Proses Relasional (A Relational Process)
Komunikasi bersifat dinamis dan selalu berubah. Heraclitus berkata, “Kamu tidak bisa masuk ke sungai yang sama dua kali,” menunjukkan bahwa komunikasi mengalir, berkembang, dan tidak pernah statis. Komunikasi adalah relasional karena melibatkan minimal dua pihak, dan membentuk, memengaruhi, atau mengubah hubungan di antara mereka.
Contoh dari Griffin menunjukkan bagaimana satu pesan dapat mengubah hubungan antara kamu, temanmu, dan Pat. Dalam konteks Indonesia, hal ini mirip dengan bagaimana sebuah chat singkat—misalnya “kita perlu ngomong”—langsung memengaruhi dinamika hubungan antarindividu. Bahkan dalam media massa, pesan yang tampaknya impersonal—seperti pengumuman otomatis “telepon Anda sedang direkam untuk peningkatan layanan”—tetap membentuk persepsi publik dan memengaruhi bagaimana masyarakat memandang citra sebuah instansi atau perusahaan.
Pesan yang Memicu Respons (Messages That Elicit a Response)
Komunikasi selalu bersifat dinamis dan berubah mengikuti situasi, waktu, serta hubungan antarpersona. Heraclitus pernah mengatakan, “Kamu tidak bisa masuk ke sungai yang sama dua kali,” yang menggambarkan bahwa komunikasi mengalir dan terus bergerak—tidak pernah benar-benar sama dari satu momen ke momen berikutnya. Komunikasi disebut relasional karena selalu melibatkan minimal dua pihak, dan setiap interaksi yang terjadi akan membentuk, memengaruhi, atau bahkan mengubah hubungan di antara mereka.
Dalam konteks Indonesia, contoh ini tampak jelas dalam percakapan sehari-hari. Sebuah chat singkat seperti “kita perlu ngomong” bisa langsung mengubah suasana hubungan—menimbulkan kecemasan, membuat orang menebak-nebak, atau memicu percakapan serius. Dinamika hubungan berubah bukan hanya karena isi pesannya, tetapi juga karena sejarah interaksi sebelumnya dan ekspektasi mengenai apa yang akan terjadi setelahnya. Bahkan dalam ranah komunikasi publik, pesan yang tampaknya impersonal seperti “telepon Anda sedang direkam untuk peningkatan layanan” mampu membentuk persepsi masyarakat terhadap profesionalisme, transparansi, atau kredibilitas suatu instansi. Dengan demikian, komunikasi selalu terkait erat dengan kualitas hubungan dan bagaimana pesan memengaruhi cara kita memandang satu sama lain.
Mengapa Memahami Komunikasi Sangat Penting?
Mayoritas konflik dalam kehidupan sehari-hari berakar pada kesalahpahaman. Dengan memahami bagaimana pesan diciptakan, ditafsirkan, dan memicu respons, kita dapat mengelola konflik dengan lebih efektif serta membangun hubungan interpersonal yang lebih sehat. Pemahaman ini juga meningkatkan kemampuan komunikasi dalam konteks profesional—mulai dari Public Relations, pemasaran, hingga pendidikan—karena membantu kita merancang pesan yang lebih tepat sasaran dan mengurangi bias persepsi yang sering muncul dalam interaksi sosial.
Kalau kamu merasa komunikasi itu penting—entah buat hubungan personal, karier, atau masa depan—maka memperdalam ilmunya adalah langkah terbaik yang bisa kamu ambil. Ilmu Komunikasi UPER siap menjadi ruang belajarmu untuk berkembang.