Jakarta, ibu kota Indonesia, dikenal sebagai kota
megapolitan yang tak pernah tidur. Mobilitas yang tinggi dan kemacetan lalu
lintas yang kerap menghantui warga telah mendorong perkembangan sistem
transportasi publik yang andal. Di tengah keterbatasan ruang dan sumber daya,
TransJakarta, sebagai tulang punggung transportasi publik, telah menjadi
penyelamat banyak warga Jakarta dalam melawan kemacetan.
Namun, seiring dengan berbagai perkembangan, pandemi
COVID-19 telah membawa tantangan baru bagi sistem transportasi ini. Meskipun
penurunan drastis dalam jumlah penumpang terjadi selama pandemi, lonjakan yang
signifikan terjadi pasca pandemi, menimbulkan masalah baru: waktu tunggu yang
tak terduga.
Menurut Daud Joseph, Direktur Operasi dan Keselamatan
TransJakarta, peningkatan jumlah penumpang ini telah mencapai angka
mencengangkan pada Agustus 2023, dengan 1 juta penumpang per hari. Hal ini mengakibatkan
penumpukan penumpang di berbagai halte dan mempengaruhi efisiensi layanan.
Masalah ini menjadi sorotan bagi Faris Dwi Subagsar, seorang
mahasiswa Teknik Logistik di Universitas Pertamina (UPER). Motivasi Faris untuk
mengatasi masalah waktu tunggu yang terlalu lama ini mendorongnya untuk
merumuskan solusi berupa simulasi penjadwalan transportasi TransJakarta.
Faris menggunakan skema penjadwalan dengan metode simulasi
diskrit, dengan dukungan perangkat lunak ProModel, untuk mengoptimalkan waktu tunggu
penumpang TransJakarta dan menghindari penumpukan penumpang di halte-halte.
"Penelitian ini bermula saat saya merasa perjalanan
saya dengan TransJakarta memakan waktu yang lama, sehingga terjadi penumpukan
penumpang. Pada akhirnya, hal ini menjadi motivasi saya untuk meneliti mengenai
efisiensi rute TransJakarta untuk mempersingkat waktu tunggu," ujar Faris.
Simulasi diskrit adalah metode yang digunakan untuk
memodelkan dan menganalisis sistem berdasarkan kejadian diskrit. Dalam
penelitiannya, Faris mempertimbangkan faktor jarak, waktu tempuh, dan
permintaan penumpang untuk mencapai hasil yang lebih efisien.
"Pada awalnya, penumpang TransJakarta harus menunggu
sekitar 23 menit, yang merupakan waktu yang cukup lama. Hasil dari simulasi
diskrit menghasilkan skenario terbaik yang mengurangi waktu tunggu menjadi
hanya 10,4 menit. Dengan kedatangan bus setiap 3 menit, diperlukan 42 unit bus
gandeng dan 31 unit bus gandeng kosong," jelas Faris.
Hasil penelitian Faris telah menarik perhatian pemerintah DKI
Jakarta, terutama pihak yang mengelola TransJakarta. Mereka telah bertemu untuk
membahas peluang kerja sama dalam upaya meningkatkan pelayanan dengan
mengoptimalkan waktu tunggu penumpang.
Dengan kerjasama antara mahasiswa seperti Faris Dwi
Subagsar, pemerintah, dan pengelola layanan transportasi publik, Jakarta
berharap dapat terus meningkatkan efisiensi sistem transportasi untuk mendukung
mobilitas warga dan mengatasi masalah lalu lintas yang kerap menjadi
permasalahan klasik di ibu kota ini. Semoga temuan Faris menjadi langkah awal
menuju transportasi publik yang lebih efisien dan nyaman di Jakarta.