Berita Kampus
Pentingnya Pengetahuan Mitigasi Bencana

Published by: Universitas Pertamina 13 November 2021
Di baca: 158 kali
Jakarta, 15 April 2021 -  Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman struktur dan kondisi alam yang unik. Secara geologis Indonesia terletak di dalam tiga zona geologi (pertemuan tiga lempeng litosfer) yaitu Lempeng Asia, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Dasar Samudra Pasifik. Lempeng tektonik yang paling mempengaruhi pergerakan lempeng Indonesia yaitu Lempeng Indo-Australia. Hal ini menjadikan wilayah Indonesia sering mengalami pergeseran lempeng bumi. 

Selain itu Indonesia dilalui oleh dua jalur pegunungan dunia, yaitu Pegunungan Sirkum Pasifik dan Pegunungan Sirkum Mediterania. Keadaan tersebut membuat Indonesia memiliki banyak gunung api aktif. Seluruh gunung berapi yang ada di Indonesia berada di jalur tektonik yang memanjang dari Pulau Jawa, Pulau Sumatra, Nusa Tenggara, Kepulauan Banda, Halmahera dan Kepulauan Sangir Talaud. Oleh sebab itu Indonesia dikenal dengan negara “Cincin Api Pasifik” atau Ring of Fire. Kondisi tersebut membuat Indonesia menjadi wilayah yang rawan terhadap letusan gunung berapi. 

Data yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan pada tahun 2020 terjadi bencana alam dan non alam di Indonesia sebanyak 2.952 kejadian. Berdasarkan data tersebut bencana alam banjir, tanah longsor dan puting beliung menjadi bencana yang paling banyak terjadi di Indonesia. Bencana tersebut membawa berbagai macam kerugian seperti menelan korban jiwa, luka-luka, korban hilang dan lebih dari 6 juta jiwa harus mengungsi. Seta kerusakan yang ditimbulkan mencapai 42.762 rumah rusak dan 1.542 fasilitas umum rusak.

Indonesia sebagai negara yang memiliki kerentanan akan bencana alam terus berupaya untuk mengurangi resiko terhadap kerugian yang ditimbulkan. Melalui Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penanggulangan Bencana di Tahun 2021, Presiden Jokowi menekankan empat kunci utama dalam upaya mengurangi resiko yaitu; Pertama, jajaran pemerintah harus fokus dan memperhatikan pelaksanaan lapangan terutama dalam aspek pengendalian dan penegakan standar-standar; Kedua, kebijakan mengurangi resiko bencana harus terintegrasi dari hulu ke hilir; Ketiga, pentingnya manajemen tanggap darurat serta kemampuan rehabilitasi dan rekonstruksi yang cepat; dan meningkatkan upaya edukasi dan literasi terkait dengan kebencanaan salah satunya pengetahuan mengenai mitigasi bencana. 

Melalui sesi live Instagram Universitas Pertamina pada 16 April 2021, Dr. Farah Mulyasari, S.T., M.Sc. dosen program studi Komunikasi yang mengampu mata kuliah Komunikasi Resiko dan Bencana menjelaskan beberapa hal mengenai bencana alam di Indonesia. Menurut Farah, disamping letak geografis Indonesia yang rawan akan bencana, ternyata intervensi kegiatan manusia yang tidak dapat dikendalikan dan bahaya karena ulah manusia sendiri atau man-made hazards. Bentuk dari hal tersebut seperti kegagalan teknologi, penurunan kualitas lingkungan, infrastruktur dan elemen bangunan yang tidak memenuhi building codes (perangkat aturan mengenai desain, konstruksi dan cara pemeliharaan bangunan). 
Farah menjelaskan berdasarkan data dari BNPB pada tahun 2021 tingkat kerentanan bencana alam di Indonesia tergolong dalam kategori sangat tinggi dalam tiga tahun terakhir. Data tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi 199 gempa bumi termasuk dua diantaranya menyebabkan gelombang tsunami, 80 peristiwa letusan gunung api, 3.332 banjir, sebanyak 2.216 peristiwa longsor, 3.801 peristiwa angin puting beliung, 284 kekeringan dan 123 peristiwa abrasi pantai. Peristiwa bencana alam tersebut sebagian besar terjadi karena adanya perubahan iklim seperti hydrometeorological hazard yang mendominasi kerentanan bencana alam yang tinggi di Indonesia. 

Wilayah Indonesia yang rentan terhadap bencana alam mengharuskan masyarakat Indonesia untuk paham dan sadar terhadap kesiapsiagaan atau disaster preparedness. Farah menuturkan bahwa masyarakat Indonesia yang tinggal di wilayah rawan bencana harus mulai untuk meningkatkan kesadaran akan bencana (disaster awareness). Selain itu, menurut Farah masyarakat Indonesia harus mengubah cara pandang mengenai bencana alam dari responsif menjadi inisiatif atau preventif. Inisiatif merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang benar tanpa diberitahu terlebih dahulu. Sedangkan preventif adalah sikap dalam melakukan sesuatu yang bersifat mencegah. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, lembaga non-pemerintah, akademisi, kelompok riset, industri dan dunia usaha serta berbagai organisasi kemasyarakatan untuk memberikan edukasi kebencanaan secara non formal. Dilain sisi, pendidikan kebencanaan masih belum masuk dalam kurikulum pendidikan formal, sehingga bukan menjadi prioritas dalam memberikan pengetahuan tentang kebencanaan.

Merubah mindset dan perilaku dalam memahami kebencanaan membutuhkan waktu dan proses kognitif dan afeksi yang cukup lama. Proses kognitif dan afektif mencangkup tingkat pengetahuan seseorang. Jika tingkat pengetahuan seseorang dirasa cukup, maka dapat memunculkan sikap dan pengambilan keputusan yang tepat dalam suatu kondisi tertentu. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat heterogen yang terdiri dari berbagai macam budaya dan adat istiadat. Hal ini menyebabkan berbagai perbedaan dari cara pandang mengenai pengetahuan kebencanaan. Komunikasi risiko bencana penting untuk dilakukan dalam merubah mindset serta perilaku masyarakat Indonesia. Penting untuk dapat melakukan pendekatan budaya yang tepat sehingga proses kognitif dan afektif dapat berjalan dengan efektif serta tepat sasaran. Komunikasi risiko bencana harus dapat memberikan pengetahuan kesadaran bencana, tindakan kesiapsiagaan bencana dan tindakan upaya pengurangan resiko bencana atau mitigasi bencana. 

Untuk mendapatkan informasi kebencanaan masyarakat dapat dengan mudah mengakses mengakses berbagai platform yang disediakan oleh BNPB atau lembaga pemerintah daerah. Hanya saja masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pencarian informasi kebencanaan membuat masih minimnya pengetahuan kebencanaan masyarakat Indonesia.    

Media massa dapat berperan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya mitigasi bencana. Komunikasi risiko bencana dapat dilakukan melalui media massa dengan memberikan informasi yang kreatif, inovatif serta kekinian dengan menyesuaikan kelompok usia di masyarakat. Penggunaan media massa dapat memberikan terpaan yang besar terhadap meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai mitigasi bencana.

Farah melanjutkan, Indonesia dapat mencapai masyarakat yang memiliki tingkat kesadaran kesiapsiagaan terhadap potensi bencana yang tinggi, melalui tingginya tingkat kesadaran dan pengetahuan bencana, aksi pengurangan risiko bencana yang mumpuni, komunikasi risiko dan mitigasi bencana yang tepat sasaran. Selain itu peran serta kerjasama koordinasi antar dan inter-lembaga yang selaras. Hal ini dapat berpotensi besar membangun masyarakat yang tangguh dan berketahanan terhadap bencana. 

Beberapa hal yang dapat kita lakukan dalam meningkatkan pengetahuan kebencanaan masyarakat antara lain; 1) Memahami pengetahuan mendasar mengenai mitigasi bencana, seperti tanda awal kemunculan bencana hingga dampak yang akan ditimbulkan dari bencana; 2) Memiliki rencana kesiapsiagaan yang memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan dan papan; 3) Memiliki rencana antisipasi bencana oleh masyarakat setempat; serta 4) Mengikuti informasi kebencanaan yang telah tersedia di berbagai media massa maupun jejaring resmi BNPB maupun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Thumbnail

Tinggalkan Balasan

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

© 2021 Universitas Pertamina.
All Rights Reserved