Logo Universitas Pertamina
ID / EN
Berita Kampus

Menguak Seismic Gap: Potensi Bencana di Balik Diamnya Lempeng Indonesia


Published by: Humas UPER Selasa, 17 Juni 2025
Dibaca: 164 kali
Jakarta, 17 Juni 2025 - “The past is the key to the present. Kita bisa menyelamatkan masa depan dengan memahami bencana yang pernah terjadi ribuan tahun lalu,” ujar Prof. Ron Harris, ahli geologi dari Brigham Young University, Amerika Serikat, di hadapan puluhan mahasiswa Universitas Pertamina dalam kuliah umum bertajuk Seismic Gap Tour, Senin (16/6/2025).

Dalam acara bertema “Bridges Over Troubled Waters” tersebut, Prof. Harris memaparkan hasil riset puluhan tahun tentang potensi bencana megathrust dan tsunami yang tersembunyi di zona-zona seismic gap, wilayah yang telah lama tidak mengalami gempa besar, padahal secara geologi menyimpan energi besar yang siap dilepaskan sewaktu-waktu.

Indonesia: Laboratorium Risiko Bencana Alam

Dalam presentasinya, Prof. Harris menyoroti wilayah barat Sumatra dan selatan Jawa sebagai dua kawasan paling kritis di dunia. Berdasarkan analisis catatan geologi dan paleotsunami, ditemukan endapan pasir tsunami berusia lebih dari 500 hingga 1.000 tahun yang tersebar di sepanjang pantai selatan Jawa. Temuan ini menjadi bukti bahwa tsunami besar pernah terjadi dan bisa terulang kembali.

“Zona yang tampak tenang bisa jadi menyimpan tekanan besar. Jika tidak diantisipasi, kita akan mengulang tragedi yang sama seperti Aceh 2004,” tegasnya.

Riset Harris dan tim dari WAVES Consortium menunjukkan bahwa 150 juta orang di Indonesia hidup di zona dengan intensitas guncangan tinggi jika terjadi gempa besar.  Bahkan, sekitar 6 juta jiwa tinggal di wilayah yang berisiko langsung terkena tsunami dalam hitungan menit setelah gempa terjadi.

Kearifan Lokal, Kunci Mitigasi

Menariknya, Prof. Harris juga menekankan bahwa teknologi canggih saja tidak cukup untuk menyelamatkan nyawa. Ia mengungkap bahwa suku laut (Sea Gypsies) di Indonesia memiliki tingkat kelangsungan hidup tertinggi saat tsunami, karena mereka mewarisi pengetahuan turun-temurun tentang tanda-tanda alam dan cara menyelamatkan diri.

“Banyak nyawa bisa diselamatkan bukan karena alat deteksi, tapi karena cerita rakyat. Kisah tentang ‘Laboon’, gelombang yang memakan manusia, menjadi alarm budaya yang ampuh,” ujarnya.

Melatih Resiliensi, Menyelamatkan Masa Depan

Paparan Prof. Harris menjadi pengingat bahwa Indonesia bukan hanya rawan bencana, tetapi juga memiliki semua sumber daya untuk bertahan dan bangkit. Dengan menggabungkan ilmu pengetahuan, kearifan lokal, dan pendidikan publik, risiko dapat ditekan dan nyawa bisa diselamatkan. “It’s not about predicting the disaster. It’s about preparing for it,” tegasnya.

Acara yang dimoderatori oleh Sandy K. Suhardja, Ph.D, dosen Seismologi Universitas Pertamina, dihadiri oleh mahasiswa lintas jurusan, penggiat kebencanaan, serta perwakilan lembaga mitra. 

Kegiatan ini merupakan bagian dari kampanye edukasi global oleh Society of Exploration Geophysicists (SEG) dan Geoscientists Without Borders, bekerja sama dengan BMKG, BNPB, dan Baker Hughes. Kegiatan ini juga menjadi bentuk nyata dukungan Universitas Pertamina terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), khususnya SDG 11 (Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan) dan SDG 13 (Penanganan Perubahan Iklim). 

Seminar ini turut sejalan dengan visi Sustainability Center Universitas Pertamina dalam membangun kapasitas generasi muda sebagai agen perubahan di bidang ketangguhan bencana dan keberlanjutan wilayah pesisir.

Tak hanya paparan ilmiah, Prof. Harris juga memperkenalkan prinsip 20-20-20 sebagai strategi sederhana namun efektif dalam penyelamatan diri saat tsunami: evakuasi dalam 20 menit, menuju tempat dengan elevasi minimal 20 meter, dan berada sejauh 20 meter dari garis pantai.

Thumbnail
Bagikan:
Bagikan ke WhatsApp
Bagikan ke Facebook
Bagikan ke X
Bagikan ke Telegram
Bagikan ke LinkedIn

Tinggalkan Balasan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalan UU ITE

© 2025 Universitas Pertamina.
All rights reserved