Jakarta, Borneo24.com – PT PGN LNG Indonesia (PLI), sebagai bagian dari Subholding Gas PT Pertamina (Persero), mengembangkan lima inisiatif dalam rangka menuju diversifikasi gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) yang merupakan energi transisi berkelanjutan.
Direktur Utama PLI Nofrizal dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (12/4/2022) mengatakan saat ini gas bumi mayoritas dibutuhkan industri dan pembangkit listrik.
Ke depan, pasokan gas juga akan lebih tinggi di skenario New Renewable Energy (energi baru terbarukan), yang disebabkan kenaikan konsumsi gas pembangkit listrik untuk memenuhi kebutuhan kendaraan listrik.
Oleh karena itu, lanjutnya, PLI menyusun inisiatif infrastruktur LNG, yang dapat mempercepat transisi energi tersebut. Apalagi, nilai emisi LNG juga lebih rendah 40 persen daripada batu bara.
Menurut Nofrizal, inisiatif pertama adalah pengelolaan FSRU Lampung untuk menjaga keandalan penyaluran gas bumi di pipa SSWJ. Ketika ada gangguan pasokan, FSRU Lampung menyalurkan LNG ke SSWJ (South Sumatera West Java) sehingga tetap menjaga pasokan gas sesuai kebutuhan.
“Inisiatif kedua adalah mendukung Pemerintah Papua Barat dalam penyediaan infrastruktur LNG untuk pembangkit listrik di Jayapura, Serui, Nabire, Biak, dan Manokwari. Kita memiliki kerjasama dengan BUMD di Papua Barat yaitu PT Padoma,” Dalam hal ini membantu untuk menjalankan bisnis LNG dengan membentuk JV PLI dan PT Padoma yaitu PT Padoma Global Neo Energi (PGNE) dan terdapat alokasi LNG sebesar 20 BBTUD untuk lima lokasi.
Inisiatif ketiga adalah LNG sebagai bahan bakar kereta api. Dari hasil uji statis, dengan sistem dual fuel diesel dan LNG didapatkan efisiensi yang lebih tinggi dibanding bahan bakar lain.
Inisiatif keempat adalah LNG di kawasan pelabuhan sebagai salah satu bisnis masa depan Subholding Gas. Terdapat PP 31/2021 mengenai penerapan IMO 2020 perihal standar emisi dengan maksimum kandungan sulfur 0,5 persen.
Sebagian besar kapal masih menggunakan bahan bakar dengan emisi karbon dan sulfur di atas 0,5 persen. Oleh karena itu, ada peluang menyediakan bahan bakar dengan emisi rendah dan sulfur 0 persen. “Kami akan menggunakan LNG power barge yang memiliki generator listrik di atas kapal dengan sumber energi LNG, ini bisa dikatakan sebagai power bank di atas kapal. Serta, LNG shore connection untuk memenuhi kebutuhan listrik ketika kapal tambat di pelabuhan,” katanya.
Estimasi biaya listrik di kapal berbahan bakar HSD adalah Rp4.500-Rp5.000/kWh, sementara dengan power barge, kapal menghasilkan nol emisi dan lebih hemat biaya listrik 10-30 persen.
Inisiatif kelima, operation & maintenance fasilitas LNG untuk meningkatkan value creation menjadi operator infrastruktur LNG baik di Subholding Gas Group maupun Pertamina Group.
Hal ini akan menambah revenue dan juga kemampuan pengelolaan dan pemeliharaan fasilitas LNG. “Inisiatif-inisiatif bisnis ini berangkat dari peluang LNG ke depan, di mana LNG punya peran penting pada masa transisi menuju net zero emission pada 2060,” ujar Nofrizal.
sumber berita: https://borneo24.com/nasional/pgn-lng-kembangkan-lima-inisiatif-wujudkan-transisi-energi-berkelanjutan/