Berita Energi
Kurangi Subsidi Energi Fosil yang Bebani APBN

Published by: koran-jakarta.com 30 July 2022
Di baca: 7 kali
JAKARTA - Pemerintah seharusnya lebih realistis dalam mendesain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan mengoptimalkan penerimaan negara dan lebih mengefisienkan belanja terutama menghapus pos belanja yang selama ini membebani negara.

Salah satu pos belanja yang tujuannya untuk distribusi keadilan bagi masyarakat terutama yang berpenghasilan rendah yaitu subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik seharusnya dievaluasi.

Evaluasi bukan untuk menghilangkan subsidi sama sekali, tetapi agar subsidi tersebut lebih efisien dan benar-benar menyentuh masyarakat yang membutuhkannya. Selama ini subsidi BBM dan listrik selain menguras keuangan negara, hasilnya pun kurang optimal karena tidak dinikmati sepenuhnya oleh kelompok yang betul-betul membutuhkan.

Selain boros dan kurang tepat sasaran, subsidi juga secara tidak langsung mengancam keberlangsungan hidup manusia dan kelestraian alam. Dengan subsidi, polusi kendaraan dan pabrik semakin meningkatkan emisi karbon yang memicu perubahan iklim.

Pengamat energi terbarukan dan iklim dari Universitas Brawijaya, Malang, Adi Susilo, mengatakan pemerintah perlu mengevaluasi pemberian subsidi energi agar lebih tepat sasaran. Pemberian subsidi yang salah sasaran selain hanya memboroskan APBN, juga justru mendorong penggunaan energi fosil yang akan memicu perubahan iklim.

"Pemberian subsidi BBM selama ini memang sering dipertanyakan karena lebih banyak digunakan terutama oleh kendaraan roda empat milik pribadi," kata Adi.

Hal itu, katanya, perlu dipikirkan kembali oleh pemerintah, apalagi dengan tren perubahan iklim yang sangat berdampak pada produksi pangan dan bencana. Dicarikan cara penyaluran subsidi yang lebih tepat sasaran, dan tetap mudah dalam prosesnya.

"Dengan aplikasi, tidak semua orang kecil yang punya ponsel android, atau dana untuk mengisi kuotanya. Dengan pemberian subsidi yang lebih tepat sasaran, diharapkan alokasi dana yang ada bisa lebih difokuskan untuk insentif pengembangan energi terbarukan, agar investor energi bersih lebih tertarik mengembangkannya di Indonesia," tuturnya.

Dihubungi terpisah, Pengamat Ekonomi dari Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B Suhartoko, mengatakan berkaitan dengan fungsi alokasi pemerintah, subsidi tetap diperlukan, namun yang menjadi catatan adalah subsidi yang tepat sasaran bagi golongan masyarakat miskin yang tidak mampu.

"Tidak sedikit golongan mampu yang ikut menikmati subsidi. Padahal itu diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu. Jika subsidi sampai salah sasaran, dipastikan data yang tersedia tidak akurat dan valid," katanya.

Selain menyoroti masalah data, mekanisme atau tata cara pemberian subsidi harus direncanakan dengan benar, misalnya dengan kartu subsidi berdasarkan pendataan yang benar-benar penduduk miskin.

Harga Keekonomian

Direktur Penyusunan APBN Direktorat Jendral Anggaran Kementerian Keuangan, Rofyanto Kurniawan, mengatakan tengah mempersiapkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 yang didesain lebih efektif khususnya subsidi energi.

Pemberian subsidi BBM dan listrik, katanya, tidak efisien karena banyak masyarakat mampu yang ikut menikmati subsidi tersebut.

"Subsidi hanya untuk rakyat miskin dan yang membutuhkan, rakyat mampu menengah ke atas harusnya tidak perlu lagi mendapatkan subsidi," tutur Rofyanto.

Oleh karena itu, pemerintah secara bertahap akan mengembalikan harga BBM dan listrik ke harga keekonomiannya. Hal itu dimaksudkan agar belanja negara bisa lebih produktif lagi, dan subsidi bisa dialihkan ke masyarakat yang membutuhkan.

Pada tahun ini, pemerintah menggelontorkan subsidi dan kompensasi sebesar 520 triliun rupiah lebih yang digunakan untuk mensubsidi BBM, listrik dan gas LPG 3 kg. Jumlah tersebut membengkak dari target sebelumnya hanya 152,5 triliun rupiah.

Lonjakan subsidi itu karena harga minyak mentah dunia naik, sementara pemerintah melalui PT Pertamina tetap menahan harga dalam dua tahun terakhir.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, sebelumnya mengakui kalau subsidi tersebut justru tidak dinikmati oleh masyarakat rentan dan kurang mampu, melainkan dinikmati masyarakat kelompok menengah atas.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Thumbnail

Tinggalkan Balasan

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

© 2021 Universitas Pertamina.
All Rights Reserved