Berita Energi
ESDM Pacu Industri Manfaatkan Energi Bersih yang Lebih Murah

Published by: koran-jakarta.com 05 July 2022
Di baca: 2 kali
JAKARTA - Pemerintah mendorong program hemat energi nasional sebagai langkah strategis untuk mengurangi dampak krisis energi dunia akibat konflik geopolitik yang terjadi antara Russia dengan Ukraina.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengatakan program efisiensi energi itu dapat mengurangi devisa impor dan meningkatkan devisa ekspor bagi Indonesia.

"Industri yang melaksanakan program ini bisa makin kompetitif dan masuk ke pasar lebih banyak," kata Arifin dalam keterangan pers bersama dengan Kementerian Perindustrian di Bogor, Senin (4/7).

Invasi Russia ke Ukraina, jelasnya, menyebabkan pasokan energi terbatas akibat sanksi Amerika Serikat (AS) dan sekutunya, sehingga meningkatkan harga energi dunia baik minyak, gas, dan batu bara.

Pada Juni 2022, harga minyak mentah Indonesia atau ICP tercatat sebesar 121,47 dollar AS per barel, harga elpiji Aramco 750 dollar AS per metrik ton, dan harga batu bara acuan atau HBA sebesar 323,91 dollar AS per ton. Harga komoditas energi yang mahal itu berdampak terhadap peningkatan besaran subsidi dan kompensasi yang dialokasikan Pemerintah.

Di tengah kondisi tersebut, Kementerian ESDM mendorong percepatan pemanfaatan sumber energi bersih untuk bisa mendukung industri-industri di dalam negeri karena mereka sekarang membutuhkan energi yang lebih murah. Tak hanya itu, ESDM juga masih harus menyempurnakan infrastruktur energi di dalam negeri sehingga bisa menjamin pasokan energi bersih ke seluruh industri.

Kurangi Subsidi

Direktur Energi Watch, Mamit Setiawan, yang diminta pendapatnya mengatakan di tengah melonjaknya harga energi karena perang Russia-Ukraina maka efisiensi energi mau tidak mau harus dilakukan. Apalagi, beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) saat ini sudah lebih dari 500 triliun rupiah. Jumlah tersebut sangat memberatkan beban APBN.

"Pemerintah punya program My Pertamina agar subsidi tepat sasaran, bukan ke barang, tapi ke orang yang memang layak mendapat subsidi. Tarif listrik bagi pelanggan PLN dengan golongan 3.500 watt ke atas juga mengalami adjustment tarif, itu salah satu upaya mengurangi subsidi," papar Mamit.

Menurut Mamit, problem utama energi nasional pada saat ini karena Indonesia adalah net importir minyak. Produksi nasional hanya 600 ribu barel per hari padahal kebutuhan 1,2 juta barel per hari. Sementara energi listrik, 70 persennya ditopang oleh batu bara yang saat ini harganya juga melonjak tinggi dan di sisi lain mendapat tekanan karena dianggap sebagai energi kotor.

Efisiensi, jelasnya, bisa dilakukan dengan cara mempercepat transisi ke energi bersih. Di industri otomotif, misalnya, mobil dan motor listrik harus dipercepat sehingga pengggunaan BBM berkurang. "Sementara konsumsi listrik rumah juga bisa digeser ke solar panel. Ini momen tepat transisi energi untuk penghematan subsidi BBM yang 500 triliun rupiah itu. Catatannya, pemerintah harus sungguh-sungguh jangan sekadar wacana," kata Mamit.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Eko S
Thumbnail

Tinggalkan Balasan

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

© 2021 Universitas Pertamina.
All Rights Reserved