Kualitas udara di Jabodetabek kian memburuk. Data Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dari AQMS KLHK/BPLH menunjukkan sejumlah titik pemantauan sudah masuk kategori Tidak Sehat hingga Sangat Tidak Sehat, terutama akibat lonjakan partikulat halus (PM2.5). Emisi kendaraan bermotor menjadi penyumbang terbesar dengan kontribusi 32–57 persen, disusul emisi industri berbasis batubara (14%), debu konstruksi (13%), serta pembakaran terbuka sampah dan lahan (9–11%), yang kian diperparah kondisi meteorologis saat musim kemarau.
Situasi tersebut menimbulkan pertanyaan: sebenarnya apa saja zat berbahaya yang terkandung dalam udara yang kita hirup sehari-hari?
Apa Saja yang Terkandung dalam Udara Kotor?
Sekilas, udara terlihat bersih. Namun, analisis laboratorium menunjukkan bahwa udara yang kita hirup sehari-hari tidak hanya mengandung nitrogen (N₂) dan oksigen (O₂), melainkan juga bercampur dengan sulfur dioksida (SO₂), nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida (CO), ozon (O₃), hingga partikel debu halus PM2.5. Konsentrasi PM2.5 di Jakarta bahkan tercatat beberapa kali melampaui ambang batas aman WHO.
Jika udara sudah terkontaminasi, persoalan serupa juga terjadi pada air. Sungai, danau, hingga air tanah di berbagai daerah Indonesia kerap tercemar logam berat seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), kadmium (Cd), serta senyawa organik dari pestisida dan limbah industri. Bedanya, pencemaran air ini lebih sulit dideteksi karena tidak selalu terlihat oleh mata. Untuk mengetahui kandungannya, diperlukan teknologi analisis canggih seperti spektroskopi serapan atom (AAS) atau kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC).
Peran Ilmu Kimia dalam Menjawab Tantangan
Ilmu kimia menjadi kunci penting untuk memahami sekaligus mencari solusi terhadap persoalan polusi. Cabang ilmu ini tidak hanya mempelajari identifikasi dan karakterisasi zat pencemar, tetapi juga mekanisme reaksi yang ditimbulkannya. Nitrogen oksida (NOx), misalnya, dapat memicu hujan asam, sementara partikel PM2.5 mampu menembus paru-paru manusia dan menimbulkan penyakit kronis.
Lebih jauh, kimia juga membuka jalan bagi inovasi. Teknologi fotokatalis berbasis TiO₂ terbukti dapat menguraikan senyawa berbahaya dengan bantuan cahaya. Sementara itu, limbah pertanian seperti sekam padi dapat diolah menjadi arang aktif yang efektif menyerap logam berat dari air.
Di Program Studi Teknik Kimia Universitas Pertamina (UPER), isu-isu lingkungan ini dipelajari secara komprehensif melalui mata kuliah Keamanan, Kesehatan Kerja, dan Lingkungan (K3L).
Mahasiswa tidak hanya berlatih menganalisis polutan dengan instrumen modern, tetapi juga mempelajari dampaknya terhadap kesehatan manusia dan ekosistem. Bekal ini menjadikan lulusan Teknik Kimia UPER siap berkontribusi dalam pengelolaan isu lingkungan secara ilmiah sekaligus mendorong praktik industri yang lebih berkelanjutan.
Yuk, bergabung bersama Program Studi Teknik Kimia Universitas Pertamina dan jadilah bagian dari solusi masa depan energi dan lingkungan! Daftar sekarang di pmb.universitaspertamina.ac.id.