Menurut Data Reportal, pada tahun 2023, pengguna aktif media sosial yang tersebar di seluruh dunia mencapai 4,76 miliar. Angka tersebut sebanding dengan 60% populasi dunia. Di Indonesia, terdapat 167 juta pengguna aktif media sosial. Jumlah itu setara dengan 60,4% dari total populasi.
Di era digitalisasi seperti saat ini, menjadi media sosial sebagai wadah atau platform bagi masyarakat untuk mencari sumber informasi dengan cepat. Selain itu, masyarakat juga menjadikan media sosial sebagai tempat mencari hiburan, bersosialisasi, meningkatkan personal branding, mencari pekerjaan, melakukan bisnis, berbelanja, dan lainnya (GoodStats, 2022).
Pengguna juga dapat dengan bebas berselancar di akun media sosial yang mereka miliki. Namun disayangkan, kebebasan ini dapat mendatangkan dampak positif serta negatif bagi pengguna itu sendiri maupun bagi pengguna lain.
Melihat fenomena tersebut, Universitas Pertamina (UPER) dalam hal ini mengusung webinar Inspiring Lecture, dengan tema ‘Era Media Sosial: Peluang atau Ancaman’. Materi tersebut disampaikan oleh Dr. Pratama Dahlian Persadha, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC. Sesi webinar itu juga dipandu oleh moderator, yakni Ita Musfirowati Hanika, S.A.P., M.I.Kom, Dosen Komunikasi UPER.
Pada webinar tersebut narasumber yang akrab disapa Pratama ini menjelaskan bahwa media sosial dapat mengubah dunia. Hal ini disebabkan, karena di era serba digital saat ini membuat berbagai sektor kehidupan harus dapat beradaptasi dengan menggunakan media sosial. “Di semua sektor industri, media sosial telah menjelma sebagai bagian penting dalam strategi bisnis, media sosial akan menjadi platform perbankan, layanan kesehatan publik dengan media sosial, media sosial mengubah cara kerja birokrasi dan interaksi dengan masyarakat, media sosial menjadi alat penting bahkan utama dalam tanggap bencana alam, media sosial menjadi alat perang informasi dan hybrid warfare, dan masih banyak lagi,” jelas Dr. Pratama.
Lebih lanjut, Dr. Pratama juga menjelaskan terkait fakta untuk media sosial, seperti pada prinsipnya, pihak ketiga bisa mengendalikan alur pikir netizen di media sosial. Dengan data rigid, siapapun bisa memproduksi dan mendistribusikan konten ke market/massa yang tepat. Algoritma media sosial mengikuti keinginan pemilik akun. Semakin tinggi intensitas bermain media sosial, maka akan semakin militan dengan pilihannya. Menjadi pasar jual beli terbesar, karena itu Facebook bernafsu mempunyai mata uang sendiri. Serta, konten semua mengarah ke video dan perangkat mobile computing.
Di akhir webinar,Dr. Pratama kembali menegaskan bahwa media sosial dapat memberikan peluang dan tantangan tersendiri bagi setiap pengguna dan penikmatnya. Peluangnya dapat berupa menambah wawasan baru, dapat menyalurkan kreativitas melalui konten-konten yang dibuat, menambah relasi, dan pemasukan. Sedangkan tantangannya, yaitu dengan cepat dapat terpapar berita palsu atau hoax dan kebocoran data.
Maka dari itu, Dr. Pratama mengajak kita untuk harus lebih berhati-hati dan bijak dalam berselancar di media sosial. Tidak memandang status, gelar, dan sebagainya atau dalam artian setiap orang berpeluang menjadi korban kecurangan di media sosial. Selain itu, yang harus kita miliki yakni sikap kewaspadaan dan tingkat literasi yang baik. [NA].