Logo Universitas Pertamina
ID / EN
Berita Kampus

(Universitas Pertamina) “Sistem Jaminan Sosial di Indonesia dan Komparatif”


Published by: Universitas Pertamina Sabtu, 15 Januari 2022
Dibaca: 1106 kali
Jakarta, 15 Januari 2022 - Salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam mensejahterakan masyarakatnya yaitu dengan menjalankan program jaminan sosial. Adanya jaminan sosial merupakan wujud tanggung jawab negara dalam sistem pembangunan perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial.

Berbicara mengenai jaminan sosial di Indonesia, Universitas Pertamina pada Sabtu, 15 Januari 2022 melaksanakan webinar nasional bersama narasumber Abdur Rahman Irsyadi selaku Direktur Umum dan SDM BPJS Ketenagakerjaan. Pada webinar tersebut mengusung topik  “Sistem Jaminan Sosial di Indonesia dan Komparatif”.

Narasumber yang akrab disapa Pak Abdur, menjelaskan bahwasannya terdapat dua model penyelenggaraan jaminan sosial yaitu model Bismarck  dan model Beveridge. 1). Model asuransi  Bismarck yaitu model asuransi, yang akan ada kontribusi atau iuran peserta yang dibayarkan. Hal ini bertujuan untuk menjamin perlindungan pendapatan sesuai dengan tingkatan upah atau pendapatan, dengan fokus pada tenaga kerja. Contoh negara yang menggunakan model asuransi ini yaitu Jerman dan pada umumnya negara berkembang. 2). Model asuransi Beveridge yaitu model distribusi, yang akan ada revenue pajaknya. Memiliki tujuan  untuk menjamin perlindungan pendapatan pada tingkat subsistence (Dasar, biasanya mengacu pada garis kemiskinan).  Dengan fokus pada hak dasar penduduk. Sebagai contohnya negara yang menggunakan model ini yaitu Inggris dan negara Eropa lainnya.

Perlu di ketahui bahwasannya kita juga perlu mengetahui sejarah atau asal mula adanya negara kesejahteraan, serta yang lainnya sebagai wujud respect kita yang sudah menikmati program jaminan sosial. Pak Abdur menjelaskan, bahwasannya konsep negara kesejahteraan (Welfare state), yaitu suatu kondisi dimana kesejahteraan sosial seluruhnya dijamin dan diselenggarakan oleh pemerintah (Spicker, 1995). Konsep Welfare state pertama kali dicetuskan oleh Otto Van Bismarck pada tahun 1870 di Jerman. Kemudian pada tahun 1942 dikembangkan oleh Beveridge yang menerbitkan Beveridge report 5 giant evils. Dan berlanjut dikembangkan pada tahun 1990 oleh Esping-Andersen yang berhasil meluncurkan buku The 3 World of Welfar.

Selanjutnya, Pak Abdur juga menjelaskan tujuan dari didirikannya Welfare state. Welfare state sendiri didirikan dengan tujuan sebagai berikut 1). Want yaitu banyaknya masyarakat miskin yang membutuhkan income security. 2). Ignorance yaitu rendahnya tingkat edukasi pada anak. 3). Squalor yaitu daerah kumuh dan kurangnya hunian yang layak. 4). Disease yaitu tingkat kesehatan yang rendah akibat rendahnya affordabilit fasilitas kesehatan. D5). Idleness yaitu tingkat pengangguran yang tinggi dan membebani ekonomi negara tersebut. Dari ke 5 hal tersebut, setidaknya ada 3 model yang harus dimiliki dalam penyelenggaraan Welfare state yaitu 1). Liberal yaitu pemerintah hanya memberikan intervensi pada penyediaan hak dasar terutama untuk masyarakat rentan, biasanya pada negara Kanada, Australia, dan US. 2). Conservative atau Corporatist yaitu berpegang pada skema jaminan sosial dimana manfaat yang didapat sesuai dengan besar kontribusi. Pada negara Jerman, Perancis, dan Australia. 3). Social Democratic yaitu pemerintah wajib menyediakan kesejahteraan berdasarkan asas kependudukan, dengan fokus pada optimalisasi independensi individu. Biasanya  di negara Swedia, Denmark, dan negara skandinavia lainnya.
 
Lebih lanjut, Pak Abdur membahas terkait landasan hukum yang mengatur tentang adanya program jaminan sosial. Adapun program jaminan sosial  berdasarkan Konvensi ILO No 102 Tahun 1952, yaitu kesehatan, santunan kesehatan, melahirkan, kecelakaan kerja, kematian, hari tua, hari tua bagi istri/suami/anak, pengangguran, dan santunan keluarga. Di Indonesia sendiri program yang dilaksanakan 7/9 dari program yang ada tersebut dengan sasaran peserta seluruh penduduk, dan pendapatan sumber dana dari sumber dana campuran, dana APBN, dan kontribusi peserta dan pemberi kerja.

Pak Abdur mengutip dari kesepatana dari ratifikasi deklarasi PBB bahwasannya Konstruksi hukum jaminan sosial di Indonesia diatur dalam deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948 dan konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 yang berbunyi “…Setiap orang berhak sebagai anggota masyarakat mempunyai hak atas jaminan sosial… dalam hal menganggur, sakit, cacat, tidak mampu bekerja, menjanda, dari tua…”.  Selain itu pada UU No 24 Tahun 2011 Pasal 5 Ayat 2 membahas tentang dibentuknya dua badan penyelenggara jaminan sosial yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Jaminan sosial itu bersifat wajib dan harus dilakukan oleh negara maka terbagi dalam tiga hal Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yaitu program negara, yang maan hadir untuk melindungi negara, bersifat wajib artinya akan ada sanksi jika tidak mengikuti program yang ada, dan terdapat manfaat artinya memenuhi kebutuhan dasar yang layak.

Pada pemaparan materi di penghujung acram Pak Abdur memberikan inside yang sangat baik, karena mampu mengaitkan program jaminan sosial dengan era revolusi industri 4.0 dan di era bonus demografi yang mana sedang kita hadapi saat ini. Menanggapi hal tersebut, berikut tantangan dan peluang jaminan sosial di era revolusi industri 4.0 dan di masa bonus demografi. 
Di masa bonus demografi, peluang jaminan sosial yaitu  pada tahun 2030 sampai 2040 Indonesia diprediksi akan mengalami puncak bonus demografi dengan jumlah penduduk usia produktif usia 15-64 tahun yang lebih besar dibandingkan dengan penduduk usia tidak produktif yaitu usia di bawah 15 tahun dan diatas 64 tahun. Dengan proyeksi penduduk usia produktif mencapai 64% dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan 297 jiwa. Hal tersebut artinya terdapat peluang dimana jika semakin banyak jumlah tenaga kerja yang dapat dilindungi BPJS kesehatan. Akan tetapi, terdapat tantangannya yaitu  penduduk di atas usia 60 tahun ke atas akan diprediksi meningkat menjadi 80 juta jiwa pada 2050 mendatang dan jika bonus demografi tidak dimanfaatkan dengan baik, maka akan banyak penduduk usia tua tanpa jaminan sosial yang akan membebani keuangan negara dan bantuan sosial.

Sedangkan pada era revolusi industri 4.0 jaminan sosial memiliki pulaung seperti membuat perusahaan menjadi lebih produktif karena adanya Perambatan Informasi dan Teknologi (IPTEK) dan adanya platform economy yang berhasil membuka jutaan lapangan pekerjaan baru seperti Gojek, Grab, Tokopedia, dan lainnya. Sedangkan untuk tantangannya yaitu banyak pekerjaan yang digantikan oleh mesin sehingga banyak pengangguran yang terdapat di Indonesia dan pekerjaan platform dianggap bukan pegawai namun disebut mitra sehingga tidak mendapatkan hak ketenagakerjaan dari perusahaan seperti jaminan sosial.

Tibalah di penghujung acara, Pak Abdur memberikan pesan yang dikutip dari salah satu hadist HR. Bukhari yang berbunyi “Simpanlah sebagian hartamu untuk kebaikan masa depan kamu, karena itu jauh lebih baik bagimu” -HR. Bukhari-”. Hidup di dunia dengan harta berlimpah tidak akan ada artinya dihadapan sang kuasa, jika tanpa menyisihkan sebagian harta yang dipunya untuk menolong orang lain yang membutuhkan. Maka dari itu, mari kita menyisihkan harta demi masa depan kita dan orang diluaran sana yang membutuhkan pertolongan kita. 

Berdasarkan topik webinar nasional yang diusung menunjukan bahwasannya  Universitas Pertamina ingin memberikan ilmu kepada Mahasiswa/I tidak hanya ilmu secara formal melalui belajar di kelas dan praktek dilapangan, akan tetapi ilmu umum seperti ilmu mengetahui seluk beluk sistem jaminan sosial di Indonesia.

Thumbnail
Bagikan:
Bagikan ke WhatsApp
Bagikan ke Facebook
Bagikan ke X
Bagikan ke Telegram
Bagikan ke LinkedIn

Tinggalkan Balasan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalan UU ITE

© 2025 Universitas Pertamina.
All rights reserved