Menurut United Nations Development Programme (UNDP), keamanan energi (energy security) dapat didefinisikan sebagai sumber minyak dengan kuantitas yang cukup dan harga yang terjangkau. Mulanya, isu keamanan energi ini hampir tidak pernah terdengar di luar komunitas analis energi. Namun, seiring waktu isu tersebut mulai menarik perhatian dan telah mendapat tempat dalam perhatian para pemangku kebijakan, para peneliti, maupun warga negara di seluruh dunia. Bahkan menjadi unsur utama dalam pembuatan politik luar negeri maupun politik domestik (Michael T.Klare, 2008 dalam Sagena, 2020).
Keamanan energi merupakan pilar fundamental bagi pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sosial suatu negara. Namun, penggunaan bahan bakar fosil dalam memenuhi kebutuhan energi seringkali menyebabkan emisi karbon yang tinggi. Untuk mengatasi tantangan ini, pendekatan yang diambil beberapa negara adalah dengan menerapkan teknologi Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS), yang tidak hanya mampu mengurangi emisi karbon dengan menangkap dan menyimpannya secara permanen, tetapi juga dapat digunakan untuk Enhanced Oil Recovery (EOR) demi mendukung pemenuhan kebutuhan energi.
Dengan memanfaatkan teknologi CCUS, negara-negara dapat menjaga keamanan energi mereka yang berkontribusi pada penurunan emisi karbon secara signifikan, sehingga menciptakan keseimbangan yang tepat antara keamanan energi dan perlindungan lingkungan. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji mengatakan, bahwa hulu migas Indonesia mempunyai potensi penyimpanan karbon yang sangat menjanjikan.
Tidak hanya itu, isu terkait keamanan energi kini sudah menjadi perbincangan hangat di lingkup perguruan tinggi. Hal ini dibuktikan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB). Melalui Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” ITB, Society of Petroleum Engineers Student Chapter ITB, dan Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia ITB menyelenggarakan ajang kompetisi bernama ‘Integrated Petroleum Festival 2024 (IPFEST 2024)’, dengan tema yang diusung yakni ‘Accelerate Energy Security and Cleanliness Through Inventing Innovations that Involves Mutual Collaborations Within the Industry’.
IPFEST merupakan ajang kompetisi khususnya bagi mahasiswa perminyakan baik dalam negeri maupun luar negeri. Kompetisi ini dilaksanakan pada tanggal 23 sampai dengan 24 Februari 2024, di ITB Ganesha Bandung.
Dalam kesempatan tersebut, Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan Universitas Pertamina (UPER) yang terdiri dari Monica Angelina, Anisa Dafa Kamila, Ari Satria Pratama, Fiora, dan Muhammad Aqilah Adreza Putra ikut serta dalam kompetisi IPFEST 2024 pada cabang well design competition yang membahas mengenai energi khususnya dalam dunia minyak dan gas di Indonesia. Cabang kompetisi tersebut bertujuan untuk mendesain sumur injeksi CO2 yang mengedepankan keamanan dan integritas sumur yang baik.
Dari 14 tim yang ikut serta dalam kompetisi tersebut, tim Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan UPER tersebut berhasil meraih juara 2 dengan membawa inovasi karya berupa ‘Integrated Well Design Optimization : Enhancing Energy Security through Converting Abandoned Production Wells into Effective CO2 Injection Wells’.
Pada inovasi tersebut, mereka berhasil mendesain program re-completion sumur minyak dan gas yang telah terbengkalai menjadi sumur yang siap dan aman untuk digunakan sebagai sumur injeksi CO2 dalam rangka untuk menyukseskan program pemerintah yaitu Net Zero Emission (NZG) pada tahun 2060.
Keunggulan dari karya tersebut, yaitu pada keberhasilan mereka dalam mengulas secara detail serta runtut dari program re-completion yang akan diterapkan pada sumur sample. Semua aspek dan parameter sudah dipertimbangkan melalui sensitivitas dan tabel keputusan sumur yang digagaskan oleh tim mereka. “Keunggulan utamanya terletak pada biaya yang diperlukan untuk project ini, yaitu 1.4 juta USD selama 13 hari yang merupakan inovasi untuk menciptakan sumur injeksi CO2 yang lebih ekonomis,” ucap Monica Angelina.
“Kompetisi ini adalah tantangan sendiri bagi tim kami dalam mendesain sebuah sumur. Umumnya sumur di desain untuk produksi minyak atau gas, namun pada case kali ini, kami ditantang untuk dapat mendesain komplesi sumur minyak dan gas yang telah lama diabaikan menjadi sumur injeksi CO2. Setiap bagian pengerjaan menjadi momen berharga karena banyak ilmu baru yang kami dapat dari hasil pertimbangan setiap parameter yang tentu berbeda dari mendesain sumur pada umumnya dikarenakan lingkungan yang korosif dan erosif. Namun berdasarkan diskusi dan kerjasama yang kuat antara mentor dan rekan dalam tim, kami berhasil mendesain sebuah sumur yang siap untuk di injeksi CO2 dengan perkiraan waktu selama 30 tahun kedepan,” tutup Monica. [NA].