Berita Energi
IESR: Ekspor Listrik EBT Dapat Gairahkan Iklim Investasi Energi Hijau di Tanah Air

Published by: industri.kontan.co.id 10 October 2022
Di baca: 10 kali

Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Institute for Essential Services Reform (IESR) melihat ekspor listrik dari pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) dapat meningkatkan gairah investasi energi hijau di Tanah Air.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa menyatakan kalau Indonesia dapat mengekspor listrik akan mendorong kematangan pasar EBT.

Selama ini listrik dalam negeri bergantung dengan PLN saja. Lantas di saat pelaku usaha mau mengembangkan energi baru terbarukan, mereka masih  tergantung pada kesiapan PLN menyerap hasil listriknya. Namun selama ini listrik dari energi terbarukan tidak dapat maksimal diserap karena alasan mahal dan alasan lainnya.

"Tetapi sekarang kalau negara lain mau beli ya bisa saja harusnya, supaya maturity EBT nambah marketnya. Dengan bertumbuhnya pasar maka risiko investasi menjadi turun," ujarnya saat ditemui di Thamrin Nine Jakarta, Senin (10/10).

Nah, jika risiko investasi turun maka biaya investasi, financing cost dari investasi itu bisa lebih rendah. Kalau lebih rendah maka yang dapat untung juga PLN karena bisa mendapatkan  pinjaman dengan bunga yang lebih rendah dan  harga listrik dari EBT di lain waktu akan jauh lebih rendah.

Dia juga mengemukakan, investor EBT kerap melihat kalau ekspor listrik bisa dilaksanakan, iklim investasi di Indonesia akan lebih menarik.  Investor jadi punya kesempatan lain di luar dan tidak hanya bergantung kepada proyek-proyek PLN saja.

Menurut Fabby, saat ini Indonesia belum mampu mengakselarasi EBT karena masih menghadapi permasalahan over capacity. Oleh karenanya tidak ada salahnya jika ada rencana untuk mengekspor listrik ke negara lain.

Jika ekspor listrik EBT berjalan, Fabby menilai, Indonesia tidak akan kehabisan sumber listrik  karena sejatinya potensi listrik jauh lebih besar dari kebutuhan yang ada.

Menurut perhitungan pemerintah potensi EBT di Tanah Air mencapai 700 GW sampai di 2060 mendatang.

"Memang  harus dilihat siapa yang berhak melakukan ekspor itu, karena kalo bicara ekspor listrik berarti ada pembangkitan dan transmisinya dan di negara sana (pengimpor listrik) yang mengatur diterima oleh mana, misalnya  Singapura artinya persyaratan sudah ditetapkan oleh otoritas Singapura bahwa yang bisa beli itu kalau sudah pasti listrik bisa disalurkan," jelasnya. 

Fabby melihat, merujuk pada Permen 11 Tahun 2021 mengindikasikan bahwa yang bisa mengekspor listrik adalah pihak yang memiliki jaringan, yakni PLN.

Namun, saat ini hingga beberapa tahun yang akan datang PLN masih harus mengeluarkan biaya yang besar untuk melaksanakan transisi energi atau mengubah pembangkit fosilnya ke energi yang lebih bersih.

Asal tahu saja, pada tahun lalu Singapura  berencana di tahun 2035 sebanyak 25% pasokan listriknya atau setara 4 GW akan berasal dari renewable energy.  Mereka mencari dan membuka lelang pertama di Indonesia. 
Thumbnail

Tinggalkan Balasan

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

© 2021 Universitas Pertamina.
All Rights Reserved